Kasyaf

Imam Ghazali, salah seorang ulama yang dikenal luas pengetahuannya, menulis salah satu karya besar yang diberi judul Ihya’ Ulumuddin. Beliau memiliki daya ingat yang kuat, banyak hadits Nabi yang dihafalnya dan Beliau bijak dalam berhujjah. Kemampuan ini yang kemudian membuatnya dijuluki dengan Hujjatul Islam. Wajar bila Imam Ghazali selalu dipersilahkan untuk mejadi imam salat berjamaah pada masa itu. Dan Imam Ghazali memiliki saudara kandung laki-laki, bernama Ahmad. Baca lebih lanjut

Mengenal Allah

Lahir di Aceh, dibuktikan dengan akta kelahiran, tidak serta merta membuat kita mengenal Gubernur Aceh, lalu bisa dengan mudah masuk meuligo dan langsung bertemu dengan Gubernur. 

Menjadi warga negara Indonesia, dibuktikan dgn KTP, tidak serta merta membuat kita kenal dengan Presiden Indonesia, lalu dapat dengan mudah masuk istana dan minta bertemu Presiden.

Dengan sesama manusia saja, untuk bertemu seorang pejabat atau orang penting ada prosedurnya, tidak bisa sembarangan. Apalagi untuk bertemu dengan Allah, yang Maha Sombong.

Baca lebih lanjut

Berjabat Tangan dengan Bukan Mahram

berjabat-tangan

Saya ingin bercerita. Cerita yang diangkat dari kisah nyata. Kejadiannya terjadi sebulan yang lalu. Ceritanya ada seorang ibu (sebut saja namanya bu Fitri) yang bersilaturrahim ke rumah saudaranya di hari lebaran Idul Fitri. Di rumah tersebut, bu Fitri bertemu dengan seorang ulama. Sang ulama juga punya tali persaudaraan dengan tuan rumah dari jalur yang berbeda. Dalam momen pertemuan itu, bu Rahmi bersalaman dengan sang ulama.

Baca lebih lanjut

Saat Murid Telah Siap, Guru Akan Datang

 

guru sufiSudah lama kalimat pada judul di atas saya baca dari tulisan maupun status facebook teman dan kenalan. Saat itu, terlintas di pikiran pertanyaan “siap dalam hal apa”. Siap dalam segi umur? Yang maksudnya kapan mulai masuk sekolah karena masuk sekolah ditentukan berdasarkan umur. Tetapi ada anak yang tidak sekolah namun tetap belajar, sedangkan belajar memang sudah dimulai sejak lahir, sejak bayi. Belajar berbagai macam hal. Jadi hasil pikiran itu tidak memuaskan saya dan merasa tidak cocok dengan jawabannya. Akhirnya, kalimat itu hanya mengendap dalam memori tanpa kesan apa-apa, tak menganggapnya penting, merasa tak perlu dipikir lebih lanjut.

Baca lebih lanjut